Ad Code

Advertising:

Mengapa Game MMORPG Baru Kerap Gagal: Sang Raja Live Service yang Sekarat

Genre MMORPG (Massively Multiplayer Online Role-Playing Game) dulu pernah menjadi raja di dunia game online. Dari World of Warcraft, Ragnarok Online, hingga Final Fantasy XIV, jutaan pemain rela menghabiskan waktu berjam-jam menjelajahi dunia virtual yang luas. Namun, beberapa tahun terakhir, banyak proyek MMORPG baru justru berakhir gagal. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi dengan sang raja genre ini?

1. Pasar Sudah Jenuh dan Terlalu Kompetitif

Salah satu alasan utama kegagalan MMORPG baru adalah kejenuhan pasar. Saat ini, hampir setiap tahun muncul game baru dengan janji “dunia terbuka luas” dan “sistem sosial mendalam”. Sayangnya, hampir semua menawarkan formula yang sama  grinding berlebihan, misi repetitif, dan sistem pertarungan yang tidak jauh berbeda.

Pemain veteran sudah merasa cukup dengan game lama yang masih hidup berkat update rutin. Sementara pemain baru sulit tertarik karena MMORPG modern sering kali memerlukan investasi waktu dan komitmen besar.

2. Model Live Service yang Tidak Ramah Pemain

Model live service kini jadi standar dalam MMORPG modern. Namun, banyak developer terjebak dalam monetisasi berlebihan. Alih-alih menawarkan pengalaman sosial dan eksplorasi, sebagian game fokus menjual item, battle pass, atau sistem gacha.

Akibatnya, banyak pemain merasa game menjadi “kerja lembur digital” — di mana kesenangan berganti dengan kewajiban login harian dan grind tanpa akhir. Ketika pemain lelah, mereka meninggalkan game, membuat populasi berkurang dan server perlahan sepi.

3. Biaya Produksi yang Sangat Tinggi

MMORPG bukanlah genre yang murah. Dibutuhkan dana besar untuk membuat dunia terbuka, animasi karakter, sistem server, hingga konten pasca-rilis. Bahkan studio besar pun sering tersandung di tengah jalan.
Jika game gagal mencapai target jumlah pemain, kerugian bisa sangat besar. Beberapa proyek ambisius akhirnya ditutup dalam waktu kurang dari setahun karena tidak mampu menutupi biaya operasional.

4. Pergeseran Tren Pemain ke Game Cepat dan Kasual

Dalam era serba cepat seperti sekarang, banyak gamer lebih memilih game singkat yang bisa dimainkan kapan saja, seperti battle royale, MOBA, atau gacha RPG di mobile. MMORPG tradisional, dengan sistem leveling panjang dan gameplay kompleks, terasa terlalu berat bagi sebagian besar pemain baru.

Selain itu, tren sosial juga berubah — banyak pemain kini lebih suka bermain dengan teman dekat ketimbang bergabung dengan guild besar atau komunitas asing seperti di masa lalu.

5. Harapan Baru, Tapi Harus Beradaptasi

Meski terkesan suram, bukan berarti genre MMORPG benar-benar mati. Beberapa proyek baru mencoba bangkit dengan pendekatan berbeda — misalnya MMORPG hybrid yang menggabungkan elemen action, survival, dan sandbox.
Kunci suksesnya bukan lagi soal dunia yang luas, tapi pengalaman yang bermakna, personal, dan tidak menekan pemain dengan sistem grind berlebihan.

Game MMORPG modern kerap gagal karena kehilangan esensi awalnya: kebebasan, komunitas, dan petualangan. Kini genre ini tengah berada di masa transisi. Jika developer bisa beradaptasi dan kembali memahami apa yang membuat pemain jatuh cinta pada MMORPG dulu — bukan sekadar konten live service — mungkin sang raja bisa kembali ke tahtanya.

Posting Komentar

0 Komentar